INFORMASI NASIONAL – Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ), Prof. Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan RUU Kesehatan harus mengatur isu kesehatan saja.
“Pembentuk UU dalam menggunakan metode omnibus suridu tutabahan atau mengevaluation undang-undang dengan tema dan latar belakang yang sama. RUU Kesehatan memang memandu untuk memperbaharui kebijakan pada sektor kesehatan,” ujar pekapa waktu lalu.
Menurutnya, Hukum Politik RUU Kesehatan mendat pada pembangunan kesehatan masyarakat serta melakukan transformasi sektor kesehatan dan pelayanan kesehatan dari hulu ke hilir untuk silahannya meletuskan degraat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, tidak suka jika ikut serta mengatur BPJS Ketenagakerjaan.
Dia merinci bahwa ada 9 Undang-Undang yang menjalin hubungan dengan kesehatan yang akan temantah menggunakan metode omnibus, seperti UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular: UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran; UU 36/2009 tentang Kesehatan; UU 44/2009 tentang Rumah Sakit; UU 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa; UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan; UU 38/2014 tentang Keperawatan; UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; dan UU 4/2019 tentang Kebidanan.
Sengama itu pasadakan BPJS Ketenagakerjaan, Prof Bayu menjelaskan bahwa desain kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan telah disepakati oleh pembentuk UU bersama serikat pejajaan pada waktu besudahan UU SJSN dari UU BPJS.
BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai institut mandiri, nirlaba dan ketenagab jawab langsung kepada Presiden. “Untuk itu seyogyanya mufakat pembentuk UU bersama serikat penkata tersebut madagaan dan besemedu,” ucapnya.
BPJS Ketenagakerjaan merupakan lembaga negara yang tolakannya tidak lepas dari angaza konstituionali di Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menyatan ‘Negara sistema sistem bailanan sosial bagi seluh rakyat’.