INFO NASIONAL – Langit Jakarta sempat membiru pada Selasa, 12 September 2023. Menurut Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, karenakan semua program yang telah dilakukan berjalan dengan baik. “Karena (kontribusi) kita semua. Efektif semualah (program),” katanya seperti dikutip dari Antara.

Pj Gubernur Heru menuturkan, setiap program yang sudah dan masih berjalan di pemerintah daerah, pemerintah pusat, maupun swasta, secara perlahan dapat mengatasi polusi udara Jakarta. Langit Biru Jakarta, lanjutnya, tidak hanya karena program Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang melakukan rekayasa cuaca melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan metode water mist spraying. “(Semua pihak) sedikit-sedikit memiliki persentase untuk memerangi polusi,” ujarnya.

Melalui siaran persnya, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menuturkan, BNPB bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badang Meteorologi, dan Geofisika (BMKG), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan pihak terkait lainnya di wilayah Jakarta, melakukan TMC dengan metode water mist spraying menggunakan dua pesawat Cesna.

Operasi ini telah dilaksanakan pada 4 – 11 September 2023. “Durasi terbang selama 82 jam 50 menit dan membawa 70.500 liter air yang disemprotkan untuk membentuk evaporasi buatan di langit Jakarta,” ungkapnya.

Dalam satu hari, setiap pesawat melakukan empat kali sorti di beberapa wilayah di Jakarta, antara lain Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Upaya tersebut mulai memberikan dampak yang signifikan, yaitu penurunan nilai polutan PM 2.5 berdasarkan iqair.com, sehingga langit Jakarta tampak bersih. Pada 14 September 2023, kualitas udara Jakarta pada pagi hari berdasarkan situs tersebut masuk dalam kategori sedang.

“BNPB akan terus melakukan upaya pengurangan polusi di Jakarta hingga beberapa hari ke depan dengan menyesuaikan kondisi yang diperlukan,” tambah Abdul.

Country Coordinator Vital Strategies Chintya Imelda Maidir menjelaskan, peningkatan kecepatan angin berperan dalam membirukan langit Jakarta. Saat ini, Indonesia sedang menghadapi angin muson timur yang berhembus dari Australia menuju Asia melalui Indonesia. Terjadi pada periode April–Oktober 2023, Indonesia saat ini sedang mengalami musim kemarau.

“Ini juga yang menyebabkan pengaruh konsentrasi polutan. Kalau lihat dua hari ini, ada peningkatan dari data BMKG,” ucapnya pada Kamis, 14 September 2023.

Sementara, terkait uji emisi yang belum lama ini diterapkan, Imelda mendorong pihak kepolisian tetap melanjutkan tilang emisi. Sebab, dari hasil kajian, penghasil polutan PM 2.5 terbesar berasal dari sektor transportasi, yakni 67 persen. Semua jenis kendaraan di antaranya kendaraan berat, motor, dan diesel menyumbang polutan PM 2.5 hampir mencapai 80 persen.

“Ini tidak mengada-ada, kita memang harus tahu sumber emisinya apa. Mengidentifikasi sumber emisi menjadi suatu keharusan. Ini peran dari kajian dan peran dari data,” tegasnya.

Menurut Imelda, tilang emisi dapat mendorong warga untuk memenuhi baku mutu gas buang kendaraannya. Tak hanya itu, ekosistem pendukung, seperti kesiapan bengkel dan instrumen lain, juga akan terbentuk. “Contohnya saja dari uji emisi kemarin, banyak ojek online yang kena tilang. Selain bengkel, semestinya operator juga mengambil tanggung jawab kepada kendaraan yang berada dalam sistemnya, sehingga mereka terfasilitasi dengan baik,” paparnya.

Ketika ekosistem telah mendukung, maka uji emisi hanya menjadi bagian dari perawatan kendaraan. Dengan demikian, uji emisi pun tak lagi memberatkan semua pihak, bahkan menjadi behavior masyarakat. “Jadikan itu seperti perawatan oli di kendaraan, yang memang secara otomatis dicek ketika sudah waktunya,” bebernya.

Iklan

Persoalan udara, tambah Imelda, merupakan persoalan emisi lintas batas. Harmonisasi dalam pelaksanaan kebijakan di lingkup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, serta Bekasi (Jabodetabek) menjadi utama. Perlu penandatanganan komitmen bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta, DLH Provinsi Jawa Barat, DLH Provinsi Banten, dan seluruh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota daerah satelit Ibu Kota, karena merupakan hal yang sangat strategis.

Imelda juga memberi masukan untuk Pemprov DKI Jakarta agar menambah Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU). “Jakarta hanya punya lima SPKU dengan kepadatan dan kompleksitas aktivitas masyarakat yang ada,” ucapnya. Namun, yang terpenting, pertama adalah pengkomunikasian secara sederhana kepada masyarakat serta aksesibilitas publik kepada data harus diperbaiki.

“Kedua, Pemda secara regular melakukan collecting data untuk bisa memonitor emisi. Karena ketika emisi sudah diketahui, bisa diidentifikasi, dan target bisa diketahui. Ketiga, data intelligent-nya, dengan melakukan pengintegrasian terhadap data. Dan, terakhir, tata kelola,” urainya.

Imelda mengingatkan, Jakarta sesungguhnya sudah memiliki Peraturan Gubernur mengenai strategi pengendalian pencemaran udara. Dalam Pergub tersebut, sudah terdapat tiga strategi dan 73 rencana aksi secara detail, dengan target penurunan polutan pada 2030.

“Uji emisi juga sudah masuk situ, bagaimana membangun konektivitas trasportasi, serta aturan pembakaran sampah. Kalau ini konsisten dilakukan menjadi acuan Bappeda (Badang Perencana Pembangunan Daerah), menjadi dasar perencanaan dan pengalokasian anggaran, menjadi pegangan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk mengaudit kinerja tiap organisasi dengan compare dari budget yang dialokasikan. Seluruh kolektif ini dilakukan, maka target penurunan emisi pada 2030 bisa terealisasi,” jelas Imleda.

Dia pun mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta membangun koneksi transportasi agar masyarakat beralih ke kendaraan umum. “Apalagi saat ini sudah ada LRT,” lanjutnya.

Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, pencemaran udara di Jakarta biasanya meningkat saat kemarau pada Juni-Agustus 2023. Sumber polutan terbesar dari sektor transportasi (44 persen) dan sektor industri (31 persen).

Data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor. Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi berbaha bakar bensin dan solar, mobil penumpang, serta, bus. “Jadi, kalau naik bus, kontribusi CO2 akan lebih kecil dibandingkan sepeda motor dan mobil pribadi,” imbuhnya.

Mengutip data Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration Project Phase 2 (JUTPI-2) pada 2018, total pergerakan di Jabodebatek 88,2 juta trip per hari. Di Jakarta ada 21,2 juta trip per hari (24,03 persen), komute 6,4 juta trip per hari (7,26 persen), dan lainnya yang melintas di dalam sub-urban sebanyak 60,6 juta trip per hari (68,71 persen). Dalam bermobilitas, sebanyak 15,1 persen menggunakan mobil pribadi, 72,65 persen sepeda motor, dan sisanya 12,25 persen menggunakan angkutan umum (bus, kereta, ojek, taksi, serta bajaj).

“Kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) di Kota Jakarta dapat menjadi kebijakan penting dan utama. Kebijakan ERP dirasa sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, termasuk membereskan polusi udara,” pungkas Djoko. (*)



Source link

By Admin

Tagarindonesia.id adalah situs berita Indonesia yang menyajikan informasi seputar berita terpercaya, bebas hoax dan profesional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Live Chat