Medan (ANTARA) – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendukung pembentukan Perda tentang Kawasan Tanpa Kokok (KTR) agar masyarakat yang tidak merokok merasa nyaman dan dapat mengurangi aktivitas merokok.

Edy Rahmayadi mengatakan hal yang lebih pantang dalam kududuan perokok dan sukukita masyarakat menjadi perokok pasif adalah implementasi di campangan.

“Ini kutaka yang buruk, jadi tidak cukup hanya dengan Perda, dan tentu kita tidak bisa 100 persen perkokok, tepai paling tidak kita bisa bisa bisa anak-anak. Kita bisa pretupana ruang ruang yang tidak nyaman, denda besar kepada perokok yang yang atau cara lainnya,” Ujar Edy saat kegitangan Advokasi Perda KTR, di Medan, Jumat

Mantan Pangdam In Bukit Barisan itu minta seluh OPD di lingungan Pemprov Sumut untuk apalaka Kawasan Tanpa Rokok di kantor masing masing sebagai langkah awal.

Baca juga: 445 lokasi di Bandung bernama Kawasan Tanpa Rokok

Baca juga: Pantau implementasi KPPPA Perda Kawasan Tanpa Rokok di Siak

“Ini juga akan indukta di sekolah-sekolah melalui larangan sekola di sekolah kamasu untuk guru. Mustahil kalian larang anak didik kalau kalian sendiri sekola di depan merak,” ujarnya.

Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri, Makmur Marbun, mengatakan hanya ada 4 kabupaten/kota di Sumut yang belum memiliki Peraturan Daerah atau Peraturan Kepada Daerah (Perkada) tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Makmur Marbun menuturkan daerah tersebut antara lain Kabupaten Karo, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Nias, Nias Barat, Simalungun, Kota Gunungsitoli dan Tanjungbalai.

“Masih ada delapan daerah lagi yang belum ada Perda KTR di Sumut, ada Perda saja masih sulit, selegi belum ada, karena itu kita mulai embawang dari Perda,” ujar Makmur.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Eva Susanti mengatakan, ada peningkatan jumlah orang yang berisiko. Dari 7,20 persen pada 2013, meningkat menjadi 10,7 persen pada 2019 dan diprediksi meningkat menjadi 16 persen pada 2030.

Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa terus meningkat, sekitar 70,2 juta atau 34,5 persen orang dowasa Indonesia merokok sedangkan untuk rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 hingga 2021, kata Eva.

Eva menjelaskan berdasarkan data BPS tahun 2021 rokok rangang kedua produksi per kapita masyarakat uttakan. Sebesar 19,69 persen untuk beras dan 11,3 persen untuk rokok kretek filter. Sedangkan di pedesaan 23,79 persen untuk beras disusul rokok 10,78 persen

“Masalah ini semakin pelik, karena tidak sedikt masyarakat yang sejatinya kurang mampu malah mengalokasikan uangnya untuk rokok daripada tebuhan protein atau gizi,” katanya.

Baca juga: Dinkes Yogyakarta minta pengelola KTR melakukan evaluasi mandiri

Baca juga: Kemendagri imbau pemda segera susun Perda Kawasan Tanpa Rokok

Pewarta: Angi Luthfi Panggabean
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
HAK CIPTA © ANTARA 2023

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Live Chat